Hidupku Hancur Karena Istri Pertama Suamiku

Play and learn safely with your kids at home.

Let’s watch this show on the app!

Scan this QR to download the Vidio app.

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

You've reached your device limit

Bagi seorang Sukie Yehezkiel, teman adalah segalanya. Pengertian inilah yang membuatnya mau berkorban apa saja untuk bisa menyenangkan hati teman-temannya, termasuk hidup dalam pergaulan yang buruk. Minum-minuman keras dan pesta narkoba adalah dua hal yang kerap  mereka lakukan.

“Ketika saya mulai bergaul sama mereka, saya berkorban buat mereka. Saya suka bayarin mereka, minum-minum bareng,ngeganja bareng. Saya merasa senang karena mereka ada di sisi saya. Saya merasa dihargai sama mereka,” terang pria yang akrab disapa Sukie ini.

Pergaulan buruk ini, tanpa disadari, menjadi awal kehancuran hubungannya dengan orang-orang yang ia sayangi. Mulai dari pertengkaran dengan istri dan berujung pada perpisahan. Hingga penyesalannya yang begitu mendalam atas kepergian ayah yang begitu mencintainya.

“Ketika papa saya meninggal itu, saya nyessel dengan kelakuan saya. Apa yang saya perbuat itu mengecewakan papa saya. Ketika papa saya meninggal itu, saya nggak ada di tempat. Saya merasa bersalah, saya merasa berdosa banget sama papa saya,” ucapnya.

Wajar saja, ayah bagi Sukie adalah teman yang selalu menyayanginya, sekaligus menjadi tempat untuk meluapkan masalah-masalah yang dia hadapi secara terbuka. Kehilangan itu tak hanya membekaskan kesedihan di hati Sukie tetapi juga beban karena kehilangan figur yang telah menopang hidupnya selama ini.

“Waktu itu pas keadaan papa saya meninggal itu, saya suka sedih. Saya bilang gitu, papa itu adalah sumber uang. Saya mikir, ketika saya sakau dia bisa tolong saya. Ketika saya nggak ada uang, dia bisa kasih saya. Tapi saat itu papa udah nggak ada,” kenangnya.

Rasa bersalah bahkan menyerangnya begitu berat setelah menikmati obat terlarang yang telah membuatnya kecanduan, tepat di dekat peti jenazah sang ayah. Dia mempersalahkan dirinya yang masih terus berkubang dalam kebiasaan buruk itu. Tanpa sosok ayah, dia merasa tak lagi berarti. “Saya sempat mikir, saya mau ikut papa. Buat apa hidup ini”.

Titi Royanti, istri yang telah meninggalkannya pun tergerak untuk menolong Sukie berbalik dari kebiasaan buruk dan kecanduannya terhadap narkoba. Harapan itu memang sering kali berjarak jauh dari kenyataan. Sukie tetap saja belum berubah. “Setelah papanya meninggal, Sukie itu bukannya berubah. Tapi malah, kalau menurut saya, makin parah,” kata Titi.

Menolong seseorang untuk sembuh dari kecanduan narkoba memang memakan waktu yang panjang. Penderitaan demi penderitaan silih berganti. Harta benda habis terjual demi menahan rasa candu yang tak tertahankan. Belum lagi peristiwa kebakaran di kompleks rumahnya menghanguskan seisi rumahnya. Ia tak lagi punya apa-apa saat itu.

“Dalam keadaan rumah saya kebakar, hati saya hancur. Saya merasa udah nggak ada harapan karena rumah saya udah habis kebakar. Akhirnya saya ungsiin mama saya ke rumah cici saya. Istri saya udah tinggal di rumah mertua saya. Saya nggak punya siapa-siapa lagi,” kata Sukie.

Di tengah keputusasaan, Sukie mulai berteriak meminta pertolongan Tuhan agar hidupnya diubahkan. Langit terbuka mendengar jeritan kesusahannya. Tangan Tuhan menolong tepat pada waktunya. Rumah Damai, sebuah panti rehabilitasi di Semarang akhirnya menjadi rumah tempatnya mendapatkan kesembuhan dari candu narkoba.

Selama menjalani rehabilitasi, Sukie banyak kali mendapat bimbingan dari pendiri Rumah Damai, Muliadi. Mereka diberi bimbingan secara rohani, bernyanyi dan berdoa. Proses pemulihan ini akhirnya berhasil memberi kebebasan pada Sukie. “Pada waktu saya ada di Rumah Damai, ada satu sesi waktu itu pak Muliadi (pendiri Rumah Damai) yang membagikan sesi itu”.

Sukie mengaku bahwa Tuhan adalah pribadi yang selalu menolong, baik saat harapan tampak sirna maupun saat ia hidup sebatang kara. “Dulu saya orangnya bergaul dengan siapa aja. Ternyata pergaulan saya sangat buruk. Bagi saya, teman bukan segalanya buat hidup saya. Saya tahu ketika saya susah, teman-teman saya meninggalkan saya, keluarga juga menolak saya. Mereka tidak ada di kehidupan saya. Cuma ada satu pribadi yang menolong saya, yaitu Tuhan Yesus Kristus”.

Pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik (1 Korintus 15: 33) adalah firman yang menjadi rema di sepanjang hidup Sukie setelah mengalami pemulihan dan pertobatan dari tingkah lakunya yang tidak benar. Kini, dia membuka diri untuk dipakai Tuhan melayani orang-orang yang mengalami masalah serupa dan membangun komunitas yang bertumbuh di dalam Tuhan.

“Bukan hanya dia diubahkan dari kecanduannya pada narkoba, tapi saat ini dia menjadi suami yang baik, papa yang baik dan hubungan keluarga besar pun menjadi lebih baik,” terang Titi.

Sumber :  Jawaban.com (Sukie Yehezkiel & Titi Royanti)